Selasa, 07 Desember 2010

Palubasa, Srigala lawan Onta


Ada satu jenis makanan yang tidak akan pernah saya lewatkan bila sedang berada di Makassar, yaitu palubasa. Ditinjau dari sudut peristilahan, dalam dialek lokal palu berarti masakan, sedangkan basa berarti basah. Secara umum, palubasa berarti masakan basah alias berkuah. Kalau Makassar sudah terkenal dengan coto sebagai ikon kulinernya, kenapa pula masih ada palubasa yang lebih lezat? Itulah sebabnya saya menggandrungi masakan yang satu ini.

Kuahnya memang mirip coto, yaitu kuah kaldu yang dimasak dengan kacang tanah sampai empuk dan hancur. Kuah gurih kacang ini masih lagi ditambah dengan kelapa parut sangrai yang ditumbuk sampai keluar minyaknya. Dari penjelasan tentang proses ini Anda tentu sudah dapat membayangkan betapa gurihnya palubasa ini.

Daging yang dipakai biasanya adalah daging sapi. Dimasak sampai empuk, menjadikan masakan ini sungguh istimewa. Bumbunya terasa pekat, intens gurihnya, dengan cuatan rasa ketumbar yang cukup menonjol.

Belum cukup istimewa? Tambahkan kuning telur ayam kampung mentah ke dalam kuah panas ini, lalu aduk. Hmmmm, nyammmmm! Bisa merem-melek, dah. Daeng Udin menyebut kuning telur ayam mentah ini dengan istilah "alas". Jadi, kalau Anda ke sana, dan ditanya "Pakai alas?" - Anda sudah tahu maksudnya.

Palubasa favorit saya adalah masakan Daeng Udin. Semula Daeng Udin beroperasi dari sebuah tenda di ujung Jalan Srigala. Tetapi, setelah bertahun-tahun dia kewalahan menampung tamu yang semakin banyak, akhirnya Daeng membeli ruko di seberang lokasi tendanya. Dari sanalah dia sekarang berjualan. Seporsi Rp 15 ribu. Kuning telur mentah dibandrol Rp 2.500.

Keunikan palubasa Daeng Udin adalah penggunaan daging sapi di bagian pipi yang terkenal empuk tak berserat. Pemasakannya tepat, sehingga sangat lembut sekalipun masih bertekstur kenyil-kenyil.

Menyusul popularitas palubasa Daeng Udin, seorang pembantunya - Daeng Nappa - mengundurkan diri. Daeng Nappa kemudian membuka warung palubasa yang lain di Jalan Onta Lama, tidak jauh dari lokasi mantan majikannya. Tentu saja, palubasa Daeng Nappa citarasanya pun sangat mirip dengan masakan Daeng Udin. Bahkan, Daeng Nappa berani menjualnya dengan harga lebih murah, yaitu Rp 12 ribu per mangkuk. Sekarang, Anda tinggal pilih: palubasa dari Jalan Srigala atau dari Jalan Onta?

Beberapa teman Makassar mengatakan kepada saya bahwa kualitas masakan Daeng Udin justru sedikit merosot setelah pindah ke ruko. Menurut mereka, bumbunya tidak lagi sepekat dulu. Juga kualitas serundeng-nya sekarang menjadi lebih kasar. Bagi saya, perbedaan itu tidak terlalu saya perhatikan. Palubasa Daeng Udin tetap mak nyuss!

Selain kedua gerai palubasa yang telah disebut di atas, masih ada lagi beberapa masakan palubasa yang perlu dicatat di sini, misalnya: Daeng Sikko di Kerung-kerung, atau Songkolo Bagadang di Antang Raya. Keduanya merupakan favorit orang-orang tertentu, penggemar die-hard palubasa. Masih ada lagi palubasa Daeng Idris yang belum dapat saya ceritakan di sini karena memang belum pernah saya cicipi. Artinya, masih ada PR bagi saya bila berkunjung lagi ke Makassar. (Bondan Winarno/eka/odi-dtkf)

Palubasa Daeng Udin
Jl. Srigala 54, Makassar
08114117373

Palubasa Daeng Nappa
Jl. Onta Lama 109, Makassar
0411 870658